Serangan udara Israel menargetkan Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, Gaza selatan, pada 25 Agustus 2025. Dua ledakan berturut-turut menewaskan setidaknya 20 orang, termasuk lima jurnalis dari Reuters, Associated Press, dan Al Jazeera. Insiden tersebut telah menuai kecaman luas dari komunitas internasional, karena menargetkan fasilitas medis yang seharusnya dilindungi menurut hukum internasional.
Garis waktu Pemogokan Rumah Sakit Nasser
Pejabat kesehatan Gaza melaporkan bahwa serangan pertama mengenai lantai empat rumah sakit. Lima belas menit kemudian, serangan kedua terjadi tepat saat penyelamat dan jurnalis mulai evakuasi. Taktik "ketuk dua kali" ini terkenal karena menyebabkan korban tambahan di antara petugas medis dan wartawan di lokasi.
Rumah Sakit Nasser adalah salah satu fasilitas medis terakhir yang berfungsi di Gaza Selatan. Kerusakan akibat serangan tersebut telah membuat akses medis semakin terbatas bagi ribuan warga sipil yang membutuhkan perawatan.
Jurnalis di Antara Korban
Media internasional mengonfirmasi identitas beberapa jurnalis yang terbunuh. Mereka menyertakan Hussam al-Masri dari Reuters, Mariam Dagga dari Associated Press, dan Mohammed Salam dari Al Jazeera. Jurnalis lepas Moaz Abu Taha, yang sering berkontribusi pada media Timur Tengah, juga termasuk di antara yang meninggal dunia.
Reuters menyatakan kesedihan yang mendalam dan menuntut perlindungan yang lebih kuat bagi jurnalis yang bekerja di zona perang. Associated Press mendesak penyelidikan menyeluruh untuk mencegah tragedi seperti itu terulang kembali. Al Jazeera mengecam serangan tersebut sebagai upaya sistematis untuk membungkam suara-suara yang melaporkan penderitaan Gaza.
Kecaman Global
TheKomite Perlindungan Jurnalis (CPJ)menggambarkan pemogokan sebagai ancaman nyata terhadap kebebasan pers. TheSerikat Jurnalis Palestinamenyebutnya sebagai peningkatan serius dan pelanggaran konvensi internasional.
Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan bahwa serangan terhadap jurnalis dan tenaga medis tidak dapat ditoleransi. Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy mendesak gencatan senjata segera. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menuntut penyelidikan yang transparan dan independen. Lembaga internasional termasuk WHO dan UNRWA menegaskan bahwa rumah sakit harus dilindungi dari serangan militer.
Respons Israel
Militer Israel menyatakan penyesalan atas korban sipil dan menyatakan bahwa jurnalis tidak ditargetkan secara sengaja. Pejabat mengumumkan penyelidikan internal, meskipun para kritikus berpendapat bahwa penyelidikan semacam itu sering gagal memberikan akuntabilitas yang nyata.
Human Rights Watch memperingatkan bahwa serangan terhadap fasilitas medis dapat menjadi kejahatan perang. Seruan semakin meningkat agar kasus ini diserahkan ke Pengadilan Pidana Internasional.
Meningkatnya Krisis Kemanusiaan
Serangan di Rumah Sakit Nasser telah memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza. Ribuan penduduk kini menghadapi pilihan layanan kesehatan yang bahkan lebih sedikit. Dengan tenaga medis yang tewas dan fasilitas yang rusak, situasinya menjadi semakin putus asa.
Kematian jurnalis juga menimbulkan kekhawatiran tentang hilangnya saksi independen. Kehadiran media internasional sangat penting untuk memastikan dunia melihat kenyataan dari sebuah konflik yang sering berlangsung di balik pintu tertutup.
Dorong Akuntabilitas
Tekanan internasional semakin meningkat agar Israel menghadapi penyelidikan di bawah PBB atau Pengadilan Kriminal Internasional. Organisasi pers global menegaskan komitmen mereka untuk terus melaporkan dari Gaza meskipun risiko yang meningkat.
Tragedi di Rumah Sakit Nasser di Gaza menyoroti kebutuhan mendesak untuk melindungi tenaga medis dan jurnalis dalam konflik bersenjata. Dunia kini menuntut pertanggungjawaban yang sejati atas pelanggaran yang dilakukan.
Temukan lebih banyak dari Berita Olam
Berlangganan untuk mendapatkan kiriman posting terbaru ke email Anda.