Lewati ke konten utama

Serangan udara Israel pada 25 Agustus 2025 sekali lagi mengguncang Gaza. Rumah sakit Nasser, yang sebelumnya menjadi pusat respons medis darurat, berubah menjadi lokasi tragedi. Setidaknya 20 orang tewas, termasuk lima jurnalis yang meliput dampak dari serangan sebelumnya di dalam kompleks tersebut. Insiden tersebut segera memicu kemarahan global, terutama dari Dewan Nasional Palestina (PNC), yang mengecam pembunuhan jurnalis sebagai kejahatan perang yang disengaja.

Garis Waktu Serangan di Gaza

Pagi hari, jet tempur Israel meluncurkan serangan langsung ke Kompleks Medis Nasser. Ledakan itu mengenai sebuah area yang dipenuhi pasien, keluarga korban, dan jurnalis lokal yang mendokumentasikan kehancuran. Lima wartawan tewas seketika, sementara beberapa lainnya mengalami luka serius. Jumlah korban meninggal meningkat menjadi dua puluh.

Beberapa jam kemudian, saat tim medis dan sukarelawan bergegas mengevakuasi korban, serangan kedua menghantam lokasi yang sama. Polanya ini, yang dikenal sebagai "serangan pukulan ganda," secara sengaja menargetkan penyelamat dan saksi mata dengan menyerang lagi setelah serangan awal. Serangan kedua menewaskan lebih banyak petugas tanggap darurat dan sukarelawan, membawa rumah sakit ke dalam kekacauan dan membuka risiko ekstrem yang dihadapi oleh pekerja kemanusiaan dan jurnalis di Gaza.

Pernyataan Tegas dari PNC

Sore hari itu, Presiden PNC Rawhi Fattouh mengeluarkan pernyataan resmi yang mengutuk keras tindakan Israel. Dia menyatakan bahwa pembunuhan terhadap jurnalis bukanlah insiden yang terisolasi tetapi bagian dari kebijakan sistematis untuk membungkam saksi. Menurut data PNC, lebih dari 244 jurnalis telah terbunuh sejak dimulainya serangan Israel, menjadikannya angka kematian terbanyak terhadap pers dalam sejarah konflik modern.

Fattouh menggambarkan serangan tersebut sebagai tindakan genosida dan pembersihan etnis yang dilakukan secara terencana. Dia menekankan bahwa hukum internasional, khususnya Pasal 79 dari Protokol Tambahan I terhadap Konvensi Jenewa, memberikan perlindungan khusus kepada jurnalis di zona perang. Oleh karena itu, PNC mendesak komunitas global untuk bertindak segera dan menuntut Israel bertanggung jawab atas pelanggaran serius ini.

Panggilan Internasional untuk Melindungi Jurnalis

Selain PNC, Serikat Jurnalis Palestina (PJS) mengeluarkan kecaman kerasnya sendiri. Kelompok tersebut menuduh Israel melakukan kejahatan perang sistematis terhadap pers. PJS berpendapat bahwa menargetkan wartawan bukanlah kerusakan tidak sengaja tetapi strategi sengaja untuk menghapus dokumentasi dan memblokir akses global terhadap informasi.

Organisasi hak asasi manusia menggemakan kekhawatiran ini, mendesak badan-badan seperti UNESCO dan Federasi Internasional Jurnalis untuk turun tangan. Mereka menyerukan mekanisme perlindungan yang lebih kuat untuk jurnalis, terutama mereka yang melaporkan dari zona konflik berkepanjangan seperti Gaza. Tanpa langkah tersebut, serangan terhadap pers dapat menetapkan preseden berbahaya yang merusak kebebasan pers di seluruh dunia.

Dampak terhadap Kebebasan Pers Global

Tragedi di Gaza bergema di luar zona konflik. Ini menimbulkan pertanyaan mendesak tentang masa depan kebebasan pers di zona perang. Jurnalis, yang berfungsi sebagai utusan garis depan kebenaran, kini berada di antara yang paling rentan. Tanpa kehadiran mereka, fakta dari lapangan berisiko hilang, digantikan oleh narasi sepihak yang dikendalikan oleh kekuatan bersenjata.

Di panggung dunia, pembantaian massal jurnalis menuntut perhatian dari Dewan Keamanan PBB dan lembaga hukum internasional. Serangan di Rumah Sakit Nasser melambangkan bagaimana perang modern sering kali tidak hanya menargetkan sasaran fisik tetapi juga kebenaran itu sendiri. Dunia ditantang untuk merespons secara tegas ketika mereka yang melaporkan kenyataan dibungkam dengan kekerasan.

Reaksi Publik dan Media

Insiden tersebut telah memicu solidaritas lintas batas. Tagar seperti e telah menjadi tren secara luas, mencerminkan kemarahan internasional. Media utama mengadakan liputan khusus tentang kematian lima jurnalis, menegaskan bahwa kebebasan pers tidak dapat dipisahkan dari perlindungan kemanusiaan.

Sementara itu, asosiasi jurnalis global sedang memobilisasi dukungan untuk penyelidikan internasional yang independen. Dorongan tersebut bertujuan untuk menekan Israel agar bertanggung jawab dan membuka jalan menuju keadilan internasional. Namun, jalan tetap sulit mengingat dinamika politik yang kompleks seputar konflik tersebut.

Serangan Israel di Rumah Sakit Nasser yang menewaskan lima jurnalis pada 25 Agustus 2025 kini menjadi salah satu serangan terburuk terhadap kebebasan pers. Pernyataan PNC tentang insiden tersebut sebagai kejahatan perang mengirimkan sinyal yang jelas bahwa dunia tidak bisa lagi berpaling. Setiap peluru yang ditembakkan ke jurnalis juga merupakan serangan terhadap kebenaran itu sendiri. Komunitas internasional dipanggil untuk bertindak, tidak hanya untuk menuntut keadilan, tetapi juga untuk melindungi mereka yang mempertaruhkan nyawa mereka setiap hari untuk mengungkap fakta.


Temukan lebih banyak dari Berita Olam

Berlangganan untuk mendapatkan kiriman posting terbaru ke email Anda.

Samuel Berrit Olam

Samuel Berrit Olam adalah pendiri Olam Corpora, sebuah perusahaan induk multi-sektor yang mengawasi Olam News dan berbagai unit bisnis di bidang media, teknologi, dan FMCG. Dia berfokus pada pengembangan ekosistem bisnis yang berkelanjutan dengan visi global dan akar lokal.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Temukan lebih banyak dari Berita Olam

Langgan sekarang untuk terus membaca dan mendapatkan akses ke seluruh arsip.

Lanjutkan membaca