Menteri Luar Negeri Korea Selatan Cho Hyun memulai kunjungan resminya ke Beijing pada 17–18 September 2025. Pertemuan beliau dengan Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi menjadi fokus utama dalam memperkuat hubungan bilateral dan menangani isu-isu strategis di Asia Timur Laut. Agenda tersebut semakin penting seiring meningkatnya ketegangan geopolitik global dan menjelang KTT APEC yang akan datang di Gyeongju pada akhir Oktober.
Kunjungan itu menandai misi diplomatik utama pertama Cho Hyun sejak menjabat pada Juli. Dia membawa mandat Presiden Lee Jae Myung untuk memperbaiki dan menyeimbangkan hubungan Seoul dengan Beijing. Korea Selatan menekankan bahwa Tiongkok tetap menjadi tetangga strategis yang sangat penting untuk diajak bekerja sama meskipun ada ketegangan masa lalu terkait kebijakan keamanan dan perdagangan.
Fokus pada KTT APEC dan kunjungan Xi Jinping.
Salah satu topik utama adalah kehadiran Presiden Xi Jinping yang direncanakan pada KTT APEC, yang dijadwalkan pada 31 Oktober hingga 1 November 2025, di Gyeongju. Pemerintah Korea Selatan berharap bahwa Xi tidak hanya menghadiri forum multilateral tetapi juga melakukan kunjungan kenegaraan yang dapat menandai babak baru dalam kerja sama bilateral. Undangan serupa juga diajukan kepada Presiden AS Donald Trump, menjadikan KTT APEC tahun ini sebagai panggung yang sangat dinantikan bagi dinamika regional.
Kehadiran kedua pemimpin negara adikuasa di Korea Selatan menghadirkan peluang dan tantangan. Seoul berniat bertindak sebagai tuan rumah yang netral sambil secara tegas menjaga kepentingan nasional. Kehadiran Xi juga diperkirakan akan membawa sinyal positif bagi kerja sama ekonomi, terutama setelah Korea Selatan meluncurkan kebijakan bebas visa bagi wisatawan Tiongkok yang mulai berlaku sejak akhir September 2025 untuk meningkatkan sektor pariwisatanya.
Peran Korea Utara dan China
Poin agenda lain yang sangat penting adalah Korea Utara. Cho Hyun berencana mendapatkan dukungan dari Beijing untuk mendorong Pyongyang kembali berdialog mengenai program nuklirnya. Kunjungan itu datang tak lama setelah Kim Jong Un melakukan perjalanan ke Beijing untuk menghadiri peringatan Hari Kemenangan dan mengadakan pembicaraan dengan Xi Jinping. Pertemuan itu melambangkan hubungan dekat antara Pyongyang dan Beijing, yang dapat secara signifikan memengaruhi diplomasi regional.
Seoul mengakui bahwa tanpa keterlibatan aktif China, peluang untuk meredakan ketegangan dengan Pyongyang tetap terbatas. Inilah sebabnya perjalanan Cho Hyun ke China dianggap penting untuk menguji sejauh mana Beijing bersedia bertindak sebagai penengah. Keberhasilan ini dapat membuka jalan bagi upaya-upaya yang diperbarui untuk mengurangi eskalasi senjata nuklir di Semenanjung Korea.
Kerja Sama Strategis dan Isu-isu Maritim
Di luar APEC dan Korea Utara, Cho Hyun juga bertujuan untuk memperluas kerja sama strategis yang lebih luas. Ini mencakup diplomasi ekonomi, kolaborasi teknologi, dan sengketa maritim yang sering menimbulkan gesekan. Korea Selatan sebelumnya telah menggambarkan pembangunan struktur militer China di dalam zona ekonomi eksklusifnya sebagai tidak diinginkan. Seoul diharapkan meminta klarifikasi dari Beijing mengenai masalah tersebut sambil menekankan perlunya stabilitas di Laut Cina Timur.
Hubungan ekonomi juga tetap menjadi prioritas, mengingat saling ketergantungan kedua negara dalam rantai pasokan global. Pemerintah Korea Selatan berupaya menyeimbangkan secara hati-hati di tengah persaingan AS–Tiongkok, sehingga pembicaraan Cho Hyun dengan Wang Yi krusial dalam memetakan masa depan kerja sama.
Kunjungan itu menarik perhatian luas media internasional. Reuters menyoroti bahwa KTT APEC di Gyeongju bisa menjadi titik balik dalam diplomasi regional, sementara Modern Diplomacy menekankan bahwa isu maritim dapat menjadi ujian serius bagi hubungan Seoul–Beijing. Di tengah latar belakang geopolitik yang kompleks, hasil apa pun dari kunjungan ini dapat memiliki implikasi yang signifikan bagi wilayah tersebut.
Kunjungan menteri luar negeri Korea Selatan ke Beijing jauh dari rutinitas. Itu adalah langkah strategis yang mencakup berbagai dimensi, mulai dari persiapan untuk APEC hingga memajukan diplomasi terkait Korea Utara. Seoul menjadikan Beijing sebagai mitra utama sekaligus faktor penentu dalam stabilitas regional. Hasil dialog ini akan membentuk peran Korea Selatan dalam tatanan global yang semakin dinamis. Bagi pembaca yang mencari wawasan lebih dalam tentang lanskap Asia Timur yang terus berubah, lanjutkan dengan artikel terkait di Olam News mengenai hubungan Korea Utara dengan China.
Temukan lebih banyak dari Berita Olam
Berlangganan untuk mendapatkan kiriman posting terbaru ke email Anda.