Ledakan Pariwisata Didukung oleh Media Sosial
Media sosial, terutama TikTok, telah mengubah bentuk pariwisata global. Algoritma platform dapat mengubah destinasi menjadi sensasi semalam. Video pendek yang menyoroti tempat fotogenik atau pengalaman unik memicu efek FOMO yang kuat, mendorong jutaan orang berbondong-bondong ke lokasi yang sama untuk konten serupa. Lonjakan ini telah menciptakan pariwisata berlebihan, mengganggu keseimbangan sosial, warisan budaya, dan keberlanjutan lingkungan.
Japan: Black Screen at Fuji and Kyoto’s Rules
Jepang telah menjadi salah satu negara yang paling terdampak. Di Fujikawaguchiko, pihak berwenang memasang penghalang hitam setinggi 2,5 meter untuk menutup tempat foto "Lawson x Fuji" setelah kerumunan yang didorong oleh TikTok memenuhi area tersebut. Sementara itu, di Kyoto, akses ke gang-gang pribadi di distrik geisha Gion telah dibatasi, dengan pelanggar dikenai denda hingga ¥10.000. Gunung Fuji sendiri sekarang diatur dengan kuota harian untuk melindungi keselamatan dan lingkungan alami.
Indonesia: Bali Introduces Tourist Levy
Bali menghadapi gelombang besar wisatawan asing yang mencari konten viral. Pemerintah daerah memperkenalkan biaya Rp150.000 per pengunjung mulai Februari 2024, dengan dana dialokasikan untuk konservasi dan pengelolaan pariwisata. Unit penegak hukum lokal di Bali juga memantau perilaku wisatawan dengan lebih ketat, menangani masalah mulai dari kode berpakaian hingga tata krama di kuil.
Italy: Access Fees and Stricter Rules
Italia telah mengambil langkah-langkah tegas untuk mengatasi pariwisata berlebihan. Venice sekarang mengenakan biaya €5–10 bagi wisatawan harian selama 54 hari puncak pada tahun 2025. Di sepanjang Pantai Amalfi, aturan plat nomor membatasi lalu lintas, sementara Portofino memberlakukan “zona tidak menunggu” untuk mengurangi kerumunan swafoto. Cinque Terre juga membatasi akses ke jalur Via dell’Amore dengan kuota 400 pengunjung per jam.
Austria: Hallstatt, the “Instagram Village”
Hallstatt, sebuah desa kecil yang hanya memiliki 800 penduduk, dapat menerima hingga 10.000 pengunjung dalam satu hari. Lonjakan ini didorong oleh konten media sosial viral yang menandainya sebagai destinasi yang "Instagrammable". Pihak berwenang setempat bahkan memasang pagar "anti-selfie" untuk menghalangi tempat-tempat foto yang populer.
Spain: Barcelona Bans Tourist Apartments
Barcelona telah mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan semua izin apartemen wisata pada tahun 2028, menyusul meningkatnya protes terhadap pariwisata massal dan memburuknya krisis perumahan. Kota juga menaikkan pajak wisatawan dan berusaha membatasi jumlah penumpang kapal pesiar yang menginap singkat. Sementara itu, protes di Mallorca dan Kepulauan Balearic menyoroti meningkatnya ketegangan antara penduduk dan industri pariwisata.
Canada: Mandatory Shuttle at Moraine Lake
Di Kanada, Taman Nasional Banff mencatat 4,28 juta pengunjung dalam satu tahun. Danau Louise dan Danau Moraine adalah yang paling penuh sesak. Sejak tahun 2023, akses kendaraan pribadi ke Danau Moraine telah dilarang, dengan wisatawan diwajibkan menggunakan layanan antar-jemput resmi. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan keselamatan pengunjung dan menjaga kualitas pengalaman.
Mexico: Riviera Maya Under Pressure
Meksiko menyambut 45,39 juta wisatawan internasional pada tahun 2024. Riviera Maya, Tulum, dan Cancún termasuk yang paling terdampak. Tulum, yang dulu merupakan tempat eksotis yang tenang, telah berubah menjadi destinasi yang mahal dan penuh sesak, sangat dipengaruhi oleh promosi viral. Bahkan masalah berulang seperti invasi rumput laut gagal menghentikan kedatangan wisatawan dalam jumlah besar untuk konten yang layak di TikTok.
Pola Kebijakan Global
Negara-negara yang terkena dampak overtourism telah menerapkan berbagai kebijakan:
- Kuota dan biaya masuk: seperti di Venesia dan Gunung Fuji.
- Akses terbatas: seperti yang terlihat di Kyoto dan Danau Moraine.
- Batas akomodasi: Langkah Barcelona melawan apartemen wisata
- Penegakan perilaku wisatawan: di Bali dan Kyoto.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa overturisme tidak lagi sekadar tren sementara, tetapi masalah mendesak secara global yang membutuhkan pengelolaan yang tegas.
Kesimpulan
TikTok telah menjadi katalisator yang kuat dalam mengubah pariwisata global. Meskipun meningkatkan ekonomi lokal, biaya sosial, budaya, dan lingkungan sangat besar. Negara-negara seperti Jepang, Indonesia, Italia, Austria, Spanyol, Kanada, dan Meksiko kini berada di persimpangan jalan, mencari keseimbangan antara keuntungan ekonomi dan keberlanjutan.
Temukan lebih banyak dari Berita Olam
Berlangganan untuk mendapatkan kiriman posting terbaru ke email Anda.