Setiap tahun lebih dari dua juta orang turun ke jalan-jalan London untuk merayakan Karnaval Notting Hill, festival budaya Karibia terbesar di Eropa. Namun pada tahun 2025, acara tersebut hampir dibatalkan karena krisis pendanaan, perdebatan sengit tentang keamanan, dan ancaman yang mengintai terhadap identitas budaya. Masalah ini menarik perhatian internasional, tidak hanya di Inggris tetapi juga di seluruh dunia, karena menyangkut sejarah, kebebasan, dan warisan.
Krisis Pendanaan dan Ancaman Keberlanjutan
Selama beberapa dekade, Karnaval Notting Hill telah menjadi pendorong ekonomi besar, menyumbang sekitar £400 juta setiap tahun bagi perekonomian London. Namun, dukungan dari lembaga budaya nasional seperti Dewan Seni selalu minim.
Situasi menjadi kritis pada Juni 2025 ketika sebuah surat internal yang bocor mengungkapkan bahwa karnaval bisa dibatalkan kecuali dana darurat segera diperoleh. Pengungkapan ini mengejutkan publik, karena sebuah peristiwa dengan dampak ekonomi sebesar itu terbukti secara keuangan rapuh.
Beberapa hari kemudian, Balai Kota, Dewan Kensington & Chelsea, dan Dewan Kota Westminster mengumumkan dana darurat sekitar £958.000. Dukungan ini menyelamatkan edisi 2025 tetapi hanya untuk tahun ini. Tanpa solusi pendanaan jangka panjang, masa depan karnaval tetap tidak pasti.

Kontroversi Pengakuan Wajah
Selain masalah keuangan, Karnaval Notting Hill 2025 juga ditandai dengan penerapan teknologi Pengakuan Wajah Langsung (LFR) oleh Kepolisian Metropolitan. Kamera dipasang di titik masuk dan keluar untuk mengidentifikasi individu yang masuk dalam daftar pencarian.
Polisi mengklaim teknologi tersebut meningkatkan keselamatan masyarakat. Komisaris Mark Rowley menegaskan bahwa LFR secara hukum sah dan telah membantu lebih dari 1.000 penangkapan di London sejak 2024.
Namun kritik keras pun mengikuti. Kelompok hak asasi manusia seperti Liberty, Human Rights Watch, dan Big Brother Watch memperingatkan bahwa LFR mengandung bias rasial, secara tidak proporsional menargetkan orang kulit hitam dan perempuan. Komisi Kesetaraan dan Hak Asasi Manusia (EHRC) lebih jauh memperingatkan bahwa penggunaannya berisiko melanggar perlindungan data dan kebebasan sipil.
Ahli teknologi Profesor Pete Fussey menolak klaim pengenalan yang "bebas bias," menegaskan bahwa uji coba saat ini terlalu terbatas dan kurang validasi statistik yang diperlukan untuk memastikan akurasi.

Identitas Budaya yang Terancam
Karnaval Notting Hill jauh lebih dari sekadar festival jalanan. Ini adalah simbol identitas Karibia di Inggris, penanda perlawanan orang kulit hitam, dan perayaan inklusif yang terbuka untuk semua orang. Usulan untuk memindahkan acara atau memperkenalkan tiket berbayar diajukan sebagai solusi tetapi dengan cepat ditolak oleh penyelenggara dan komunitas karena dianggap merusak semangat karnaval.
Pelari legendaris Usain Bolt, yang menghadiri untuk pertama kalinya tahun ini, mengatakan memindahkan acara tersebut akan "menghancurkan" jiwanya. Komentarnya memperkuat argumen bahwa mempertahankan karnaval tidak hanya tentang ekonomi atau keamanan tetapi juga tentang melindungi warisan budaya yang telah ada sejak tahun 1960-an.
Bentrok Antara Budaya dan Regulasi
Edisi Notting Hill Carnival 2025 menyoroti bentrokan antara pelestarian budaya dan regulasi modern. Pihak berwenang mendorong keamanan yang lebih ketat dengan menggunakan teknologi canggih, sementara komunitas menuntut perlindungan hak sipil dan nilai-nilai bersejarah. Dana darurat telah menjaga festival tetap hidup untuk saat ini, tetapi masalah struktural tetap belum terselesaikan.
Berdiri di persimpangan jalan, Karnaval Notting Hill mengangkat pertanyaan yang lebih besar: apakah Inggris dapat menyeimbangkan keamanan, kebebasan, dan keberlanjutan budaya, atau akankah negara itu membiarkan salah satu simbol perlawanan dan kebebasan paling kuat di Eropa memudar.
Temukan lebih banyak dari Berita Olam
Berlangganan untuk mendapatkan kiriman posting terbaru ke email Anda.