Israel berada di bawah pengawasan global yang intens setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengumumkan rencana perluasan militer di Gaza yang dapat menyebabkan hingga 85% wilayah diduduki. Langkah ini dianggap sebagai peningkatan paling signifikan sejak perang dimulai, dengan risiko pengungsian hingga satu juta warga Palestina dan memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah parah. Data terbaru menunjukkan lebih dari 61.000 orang telah terbunuh dan 153.000 luka-luka, sementara ratusan orang meninggal karena kelaparan akibat blokade makanan.
Operasi Militer dan Tujuan Politik
Rencana Netanyahu, yang disetujui oleh kabinet keamanan, berfokus pada penguasaan Kota Gaza sebagai pusat komando strategis. Operasi diperkirakan akan berlangsung selama empat hingga lima bulan, bertujuan untuk mengakhiri kendali Hamas dan memfasilitasi pembebasan sandera. Namun, pengendalian akhir dari wilayah tersebut dikatakan diserahkan kepada pasukan Arab sekutu, bukan langsung dikelola oleh Israel.
Kepala Staf IDF, Jenderal Eyal Zamir, secara terbuka menyuarakan kekhawatiran, memperingatkan tentang risiko terhadap keselamatan sandera dan tingginya korban sipil. Pembagian kebijakan ini telah memperkuat tekanan politik di dalam negeri, di tengah kritik dari menteri-menteri termasuk Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang mengatakan bahwa strategi tersebut mengancam stabilitas politik dan ekonomi Israel.
Krisis kemanusiaan mencapai titik puncak
Situasi kemanusiaan di Gaza saat ini berada pada titik terparah. Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan lebih dari 61.000 kematian dan lebih dari 153.000 luka sejak konflik dimulai. Blokade ketat telah melumpuhkan distribusi makanan, meninggalkan 100% penduduk menghadapi ketidakamanan pangan akut, dengan 20% dalam kondisi kelaparan ekstrem.
Setidaknya 200 orang, termasuk lebih dari 100 anak-anak, telah meninggal karena kelaparan. Infrastruktur vital seperti rumah sakit, pasokan air, sanitasi, dan komunikasi hampir seluruhnya telah dihancurkan, semakin menghambat upaya bantuan kemanusiaan. Organisasi internasional seperti PBB dan Palang Merah telah memperingatkan tentang risiko bencana kemanusiaan berskala besar jika operasi militer terus berlanjut tanpa jeda kemanusiaan.
Gelombang Protes dan Tekanan Global
Di Israel, ribuan orang berkumpul di Tel Aviv pada 9 Agustus, menuntut pemerintah menghentikan rencana pendudukan dan memprioritaskan pembebasan sandera melalui jalur diplomatik. Protes serupa diadakan di seluruh dunia, dari New York hingga London, menunjukkan solidaritas internasional dengan warga sipil Palestina.
Kecaman telah datang dari negara-negara besar termasuk Jerman, Prancis, Inggris, dan Kanada. Jerman menghentikan ekspor senjata ke Israel sebagai protes. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyebut rencana Netanyahu sebagai "peningkatan bahaya" dan mengadakan pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB untuk menangani krisis yang semakin memburuk.
Implikasi Politik dan Diplomatik
Rencana tersebut dapat mengubah lanskap geopolitik di kawasan tersebut. Dukungan Israel di antara sekutu Barat menunjukkan tanda-tanda ketegangan, sementara negara-negara Arab meningkatkan tekanan diplomatik melalui forum internasional. Beberapa analis memperingatkan bahwa eskalasi ini dapat memicu konflik regional yang lebih luas, terutama jika kelompok bersenjata di Lebanon atau Suriah merespons secara militer.
Amerika Serikat, sambil menegaskan kembali hak Israel untuk membela diri, kini menghadapi dilema politik domestik dan internasional dalam menyeimbangkan dukungan keamanan dengan kepedulian kemanusiaan.
Konflik Israel–Gaza kini berada di persimpangan jalan. Keputusan kebijakan yang diambil dalam beberapa minggu mendatang akan menentukan apakah wilayah tersebut bergerak menuju penyelesaian atau semakin tenggelam dalam siklus kekerasan. Dengan meningkatnya tekanan diplomatik dan memburuknya penderitaan warga sipil, dunia menunggu langkah berikutnya—antara eskalasi militer lebih lanjut atau peluang untuk negosiasi.
Temukan lebih banyak dari Berita Olam
Berlangganan untuk mendapatkan kiriman posting terbaru ke email Anda.