Pertumbuhan ekonomi global selama tiga dekade mendatang diperkirakan tetap moderat, dengan rata-rata 2–3 persen per tahun. Data terbaru dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia menunjukkan bahwa pada tahun 2025–2026, pertumbuhan global akan berada di kisaran 2,5–3,1 persen, lebih rendah dari rata-rata 3,7 persen yang tercatat dari tahun 2000–2019. Perpindahan kekuatan ekonomi ke Asia menjadi tren utama, dengan peran yang semakin besar bagi negara-negara berkembang seperti Tiongkok, India, dan Indonesia.
Perpindahan Pusat Ekonomi Global
PwC'sDunia pada tahun 2050laporkan bahwa ekonomi E7 — termasuk China, India, Indonesia, Brasil, Rusia, Meksiko, dan Turki — akan melampaui G7 sebelum tahun 2050. Bagian output global akan bergeser secara signifikan ke Asia dan pasar berkembang, dengan enam dari tujuh ekonomi terbesar berasal dari negara-negara ini.
Urbanisasi juga akan menjadi pendorong utama. Perserikatan Bangsa-Bangsa memproyeksikan bahwa 68 persen dari populasi dunia akan tinggal di daerah perkotaan pada tahun 2050, mendorong permintaan akan infrastruktur, perumahan, dan layanan publik.
Tantangan Fragmentasi dan Perdagangan Global
Pada Agustus 2025, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) merevisi perkiraan pertumbuhan perdagangan barang tahun 2025 menjadi hanya 0,9 persen. Kebijakan tarif baru AS dan ketegangan geopolitik telah memperlambat ekspor dan impor. WTO memperingatkan tentang selektifdeglobalizationrisiko yang dapat menghambat pertumbuhan jangka panjang.
Peran Teknologi dan AI
IMF menilai bahwa mengadopsi kecerdasan buatan (AI) dapat secara signifikan meningkatkan produktivitas global. Studi oleh Goldman Sachs dan McKinsey memperkirakan AI dapat menambah 7 persen pada PDB global, setara dengan USD 2,6–4,4 triliun per tahun, jika didukung dengan kebijakan, pelatihan, dan infrastruktur yang tepat. Namun, adopsi yang tidak merata berisiko memperlebar ketimpangan ekonomi.
Perubahan Iklim dan Transisi Energi
Badannya Energi Internasional (IEA) memperingatkan bahwa investasi energi bersih harus melebihi USD 4 triliun per tahun sebelum 2030 untuk memenuhi Nol Bersih 2050sasaran. Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) melaporkan bahwa risiko ekonomi global meningkat seiring pemanasan, dengan potensi kerugian PDB melebihi 20 persen pada akhir abad jika upaya mitigasi gagal.
Tekanan Utang dan Stabilitas Keuangan
IMF melaporkan bahwa total utang global pada tahun 2023 mencapai hampir USD 250 triliun, atau 237 persen dari PDB global. Suku bunga riil yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2010-an akan membebani pembiayaan bagi negara berkembang dan sektor swasta, membatasi kapasitas investasi jangka panjang.
Potensi di Asia dan Afrika
Bonus demografi di Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara menghadirkan peluang besar. Urbanisasi yang cepat, kelas menengah yang berkembang, dan peningkatan digitalisasi diperkirakan akan mendorong permintaan di bidang manufaktur ringan, layanan digital lintas batas, dan energi bersih. Indonesia, dengan posisi strategisnya di ASEAN, sangat cocok untuk menjadi salah satu pusat pertumbuhan di kawasan tersebut.
Tiga Skenario Masa Depan
- Pertumbuhan ModeratLaju global tetap stabil pada 2–3 persen per tahun dengan transisi energi yang bertahap.
- Konvergensi CepatE7 mendorong pertumbuhan di atas 3 persen per tahun melalui reformasi dan adopsi teknologi.
- Pertumbuhan TerbatasDeglobalisasi, krisis iklim, dan ketidakstabilan keuangan menjaga pertumbuhan sekitar 2 persen per tahun.
Tiga dekade berikutnya akan menjadi periode penentu bagi ekonomi global. Pertumbuhan masih dapat dicapai, tetapi keberhasilan akan bergantung pada kemampuan dunia untuk mengelola transisi energi, memanfaatkan teknologi, dan mempertahankan kerja sama internasional di tengah tantangan geopolitik dan iklim. Pilihan kebijakan yang dibuat hari ini akan membentuk trajektori ekonomi global hingga tahun 2055.
Temukan lebih banyak dari Berita Olam
Berlangganan untuk mendapatkan kiriman posting terbaru ke email Anda.