Goldman Sachs telah mengeluarkan peringatan keras bahwa tarif perdagangan AS dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global dan mendorong Federal Reserve untuk memotong suku bunga secara lebih agresif. Analisis ini muncul di tengah perdebatan publik yang sengit tentang siapa sebenarnya yang menanggung biaya tarif—dengan Goldman menyatakan bahwa konsumen AS sudah merasakan dampak langsungnya.
Konsumen Mulai Memikul Beban
Dalam laporan terbarunya, Kepala Ekonom Goldman Sachs Jan Hatzius menyatakan bahwa konsumen Amerika telah menanggung sekitar 22% dari biaya tarif per Juni 2025. Jika tren ini berlanjut, angka ini bisa melonjak hingga 67%. Kenaikan harga impor akibat tarif memindahkan beban dari importir ke pembeli akhir, mengurangi daya beli dan berpotensi menekan konsumsi domestik.
Data ini diperkuat oleh pola perdagangan terbaru yang menunjukkan penurunan volume impor untuk beberapa barang strategis. Situasi ini memicu kekhawatiran bahwa dampak tarif tidak hanya akan dirasakan di AS tetapi juga di mitra dagang utama seperti Eropa dan Asia.
Dampak Langsung terhadap Pertumbuhan Global
Goldman Sachs percaya bahwa kenaikan tarif secara luas dapat berdampak keras pada pertumbuhan global. Gangguan dalam perdagangan lintas batas akan memperlambat rantai pasokan, mengurangi investasi, dan membebani sektor industri di berbagai negara. Dalam beberapa skenario, pertumbuhan AS tahun ini bisa turun menjadi sekitar 0,5%, jauh di bawah proyeksi sebelumnya.
Dampak inflasi dari tarif dianggap sementara. Sementara harga impor meningkat, tekanan tersebut diperkirakan akan mereda setelah beberapa bulan, sementara hambatan terhadap pertumbuhan kemungkinan akan bertahan jauh lebih lama.
Sinyal untuk Fed
Bagi Goldman Sachs, situasi ini merupakan alasan kuat bagi The Fed untuk bergerak menuju pelonggaran moneter yang lebih cepat dan lebih dalam. Bank memproyeksikan bahwa Fed dapat memotong suku bunga sebanyak tiga kali pada tahun 2025 dan dua kali pada tahun 2026, menurunkan suku bunga acuan menjadi antara 3,00% dan 3,25% dari saat ini 4,25%–4,50%.
Logika di balik pandangan ini sederhana: jika perlambatan pertumbuhan melebihi lonjakan sementara inflasi, menjaga stabilitas ekonomi harus menjadi prioritas, bahkan jika itu berarti memotong suku bunga lebih cepat dari yang direncanakan.
Latar Belakang Debat Publik
Peringatan Goldman Sachs muncul di tengah perhatian politik, setelah Presiden AS Donald Trump mengkritik CEO Goldman Sachs David Solomon terkait laporan tersebut. Trump berpendapat bahwa tarif menguntungkan perekonomian AS dan membebani negara lain, bukan konsumen domestik. Perbedaan pandangan ini menyoroti kesenjangan antara analisis pasar berbasis data dan narasi politik yang disampaikan oleh pemerintah.
Perdebatan ini lebih dari sekadar angka—ini menyangkut arah kebijakan perdagangan dan moneter AS di tengah ketidakpastian global. Bagi pelaku pasar, perspektif Goldman berfungsi sebagai titik acuan penting dalam memetakan risiko ekonomi di masa depan.
Dari sudut pandang ekonomi semata, pesan Goldman Sachs jelas: tarif yang terlalu tinggi adalah pedang bermata dua. Mereka mungkin meraih kemenangan politik jangka pendek, tetapi mereka berisiko merusak kekuatan ekonomi dalam jangka panjang. Jika sinyal ini diabaikan, konsekuensinya tidak hanya akan mempengaruhi AS tetapi juga keseimbangan ekonomi global.
Temukan lebih banyak dari Berita Olam
Berlangganan untuk mendapatkan kiriman posting terbaru ke email Anda.